Kalau Mama Tua Nanti Aku Kasih Baby Sitter


Bacaan bagus untuk direnungkan.

KALAU MAMA TUA, NANTI AKU KASIH BABY SITTER….

Aku pernah berkunjung ke Senior Community yang bagus di sekitaran Jabodetabek. Itu panti jompo dengan konsep resort, dan suasananya seperti liburan. Fasilitasnya bagus, dengan sistem ventilasi udara dan akses sinar matahari yang SANGAAAAT baik. Tamannya luas, kamar-kamarnya modern. Pokoknya beneran kayak villa deh.

Kami (aku, Andre Wibowo, Dokter Floren, Francis Chen dan 2 kawan lain) mengobrol dengan jajaran manajemennya… lalu beberapa manula, opa dan oma, dengan ramah ikut duduk bersama kami. Ngobrol bareng.

Suasananya seruuu karena ada seorang diantara mereka, seorang oma yang cantik (dandan rapi pakai bedak, lipstik dan alis), dia pede, ramah, dan gerak-geriknya masih sangat gesit. Aku lupa namanya, tapi aku ingat perkataannya :
“Aku pergi ke sini, karena mauku sendiri. Aku sendiri yang survey tempat ini, aku bayar sendiri. Aku tinggalin aja suamiku sama anakku. Biarin dia diurus sama anak-anak, wong dia senengnya diurus. Sementara aku wis wegah ngurus ha-ha-ha… Aku sudah tua, males ngurus suami terus. Enak gini, bebas. Di sini ada banyak acara. Setiap minggu kita diajak jalan-jalan dan makan-makan. Gaul deh pokoknya.”

Lalu dia melanjutkan,

“Aku saranin ya, kalau kamu nanti tua, jangan bagi-bagi warisan dulu. Ndak bagus itu..! Nanti kalau kamu sudah nggak pegang uangmu, susah lagi mintaknya ke anak-anakmu… Kalo kamu minta uang, nanti menantumu dan cucumu mikirnya kamu morotin suami dan papa mereka. Padahal itu kan uangmu…”

“Oh, jadi gimana strateginya ibu?” aku mulai menggalinya.

“Gini, anakku ada empat semuanya lakik. Aku bilang ke mereka ‘Ndak ada itu bagi warisan kalau aku dan papimu belum sama-sama mati. Kalau papimu mati duluan, semua warisan jatuh ke aku dulu. Aku pakai buat hidup dan biaya kesehatanku. Nanti kalau aku mati, baru sisanya buat kalian.’ Gitu ngomongku.

Karena suamiku sukanya diurusin orang, ya kalau aku mati duluan, biar aja duitnya dia bagiin ke anak-anak. Dia tinggal nunggu dikasih makan aja sama anak-anak, dianterin ke dokter, dimandiin, kayak koceng… ha-ha-ha..”

Aku ikutan ketawa. Aku membayangkan dia di masa mudanya pasti cantik sekali, gesit dan cerdas.

“Oh iya, aku masih aktif kerja.” Sahutnya seperti mengerti jalannya pikiranku.
“Setiap bulan aku masih bolak-balik ke kota X buat nengok pabrikku, ngecek ini-itu. Setahun sekali aku jalan-jalan… ke Eropa, ziarah, atau ke China, ke Australia. Nengokin cucu yang kuliahnya nyebar. Enak ogh, hidup begini : tua, sehat, hati senang, dan pegang duit.”

“Pegang duit..! Hahaha aku suka bagian itu”, jawabku sambil ngakak.

“Eh anakmu berapa?” dia tanya.

“Satu, perempuan, masih SMA.”

“Suamimu masih idup?”

“Mantan suami masih hidup.. tapi sudah jadi milik orang hahaha.. Kenapa bu?”

“He..? Anakmu dulu kamu serahin ke baby sitter?”

“Aku punya ART buat bantu-bantu siapkan makan, beresin baju kotor dan piring kotor aja. Tapi anakku selalu sama aku. Kuurus dengan tanganku sendiri… Kadang malah kuajak kerja kalau aku pas ada acara ngajar ke luar kota.”

“Oh bagus itu…! Nanti anakmu yo akan ngurus kamu. Karena dia tahunya, manusia itu ya perlu diurus dan disayang. Tapi kamu kayaknya orangnya bebas merdeka ngono. Anakku yo podo pengen ngurus aku, mereka anak-anak yang tahu diri. Tapi akunya sendiri yang mau bebas begini. Enak begini, tenan to… kamu ambil kendali nasibmu sendiri.”

“Jangan ngarep diurus anak, kayak si itu” dia menunjuk pasangan suami istri yang terlihat duduk berdua dan diam-diaman melihat ke arah halaman.
“Mereka itu merasa dibuang anake. Memang sih, dikasih fasilitas mewah di sini. Tapi kan persis sikap mereka dulu : anake ditinggal-tinggal, dikasih fasilitas mewah, makanan cukup, cuma diserahkan ke tangan profesional.

Sekarang nelongso waktu anake memperlakukan sama. Padahal ya anaknya itu sayang sama ortunya. Sering nengok kok. Tapi anaknya kan kadung ngeretinya ngono : sayang itu ya membiayai, tapi diserahkan ke tangan orang lain yang ahli. Mustinya kan opa-oma itu hepi, wong di sini ini enak kok… Tapi deloken, mukanya ketekuk gitu, dua-duanya…”

Hatiku rontok.
Betul. Seseorang bisa menderita, meski ada di tempat yang indah.
Betul. What goes around, comes around. Apa yang ditabur akan dituai.

Aku ingat seorang teman yang bercerita, bahwa anak balitanya pernah pergi sekolah dengan bahagia, dan wanti-wanti berpesan :

“Mama jangan nakal ya di rumah. Main sama mbakku dulu ya…. Nanti kalau mama sudah tua, aku kasih baby sitter sendiri.”

– Anak adalah cermin ortunya. Mereka mencintai dan memperlakukanmu seturut teladanmu, apapun itu…

Comments