Belajar Dari Filosofi Angsa
Tidak seperti elang, angsa hidup berkawan. Mandi bersama, tidur
bersama, dan mencari makan bersama. Angsa lebih mencirikan diri sebagai
masyarakat kolektif.
Ini adalah tanda alam yang dasyat. Kita tidak pernah menyadari keberadaannya karena semua berlalu secara alami. Padahal angsa mengajarkan kita banyak hal tentang arti tata tertib, kekompakan dan pertemanan. Saya pun tidak pernah serius memperhatikannya, hingga suatu hari seorang teman menghadiahi video berjudul “Fly Away Home” untuk arjuna kecilku. Inilah awal dimana saya tertegun pada kesan harmoni kehidupan. Sejak itu saya tertarik untuk mengamati kehidupan angsa-angsa itu, terutama di alam nyata, ternyata persis sama.
Di musim dingin, mereka bermigrasi ke Selatan, dan dimusim panas mereka kembali ke kediaman asalnya di Utara. Lalu lihatlah formasi yang mereka bentuk disaat terbang bermigrasi itu. Mereka membentuk formasi huruf V.
Bukan tanpa alasan, karena para fisikawan mencatat bahwa tingkat resistensi terhadap angin akan lebih rendah, dalam formasi seperti itu, dibandingkan dengan terbang sendiri. Ini jauh lebih bermanfaat bagi mereka guna memacu kecepatan. Ini pelajaran pertama.
Pelajaran kedua, apabila ada anggota yang sakit, atau sayapnya kelelahan, lalu terlempar dari formasi, maka akan ada angsa yang lain yang datang mengapit untuk tetap terbang dalam formasi huruf V kecil yang baru. Dukungan ini begitu penting, dalam menjaga kekompakan dan keberlangsungan hidup, agar yang lemah bisa tetap terbang dan tidak terjatuh sendirian. Berangkat bersama, terbang bersama, hingga sampai ditujuan juga bersama-sama. Seakan begitu filosofi mereka. Terbang sendirian bukan hanya soal keamanan, tetapi juga soal efektivitas kecepatan dan kepakan sayap.
Pelajaran ketiga, dan terpenting, setiap angsa saling bergantian mengambil alih komando. Bila si A kelelahan, maka si B dengan spontan menggantikannya. Tidak ada ketamakan untuk terus menjadi komandan, Juga tidak ada keinginan untuk mengkudeta kekuasaan. Beginilah harusnya kerja sebuah tim dalam membawa misi kesuksesan. Apapun itu.
Jauh lebih penting, alih komando itu tidak hanya diantara angsa-angsa jantan saja, tetapi angsa betina juga mendapat tempat dan kesempatan. Tidak ada istilah angsa jantan mesti di depan, dan angsa betina mengawal di belakang. Tetapi mereka terbang bersama, berbagi tugas, berbagi ruang serta peluang sama rata untuk menuju danau-danau bercuaca hangat. Luar biasa!
Alangkah indahnya bila hidup kita — orang-orang kolektivistik — bisa mencontoh kehidupan angsa — yang juga kolektivistik.
Sayangnya, kita lebih senang menerapkan gaya hidup individualistik. Seperti kepiting, hidup penuh persaingan dan saling menjatuhkan. Padahal semua memiliki kesamaan cita-cita yaitu kabur dari keranjang. Si empunya tidak pernah khawatirakan kaburnya kepiting itu satu demi satu karena mentalitasnya memang mentalitas individualistik. Kepiting tidak punya kecerdasan sosial yang mumpuni, mereka tidak mampu bekerjasama. Maksud hati mau kabur dari keranjang tetapi terjebak pada egoisme individual dimana lebih senang menguasai dan menginjak orang lain.
Egoisme dan saling injak ini berakibat buruk pada kinerja kolektif, karena pada akhirnya tidak seorangpun bisa keluar secara selamat dari keranjang.
Disadur dari tulisan: Ramadhan Kariim, 20 Juni 2017
Ini adalah tanda alam yang dasyat. Kita tidak pernah menyadari keberadaannya karena semua berlalu secara alami. Padahal angsa mengajarkan kita banyak hal tentang arti tata tertib, kekompakan dan pertemanan. Saya pun tidak pernah serius memperhatikannya, hingga suatu hari seorang teman menghadiahi video berjudul “Fly Away Home” untuk arjuna kecilku. Inilah awal dimana saya tertegun pada kesan harmoni kehidupan. Sejak itu saya tertarik untuk mengamati kehidupan angsa-angsa itu, terutama di alam nyata, ternyata persis sama.
Di musim dingin, mereka bermigrasi ke Selatan, dan dimusim panas mereka kembali ke kediaman asalnya di Utara. Lalu lihatlah formasi yang mereka bentuk disaat terbang bermigrasi itu. Mereka membentuk formasi huruf V.
Bukan tanpa alasan, karena para fisikawan mencatat bahwa tingkat resistensi terhadap angin akan lebih rendah, dalam formasi seperti itu, dibandingkan dengan terbang sendiri. Ini jauh lebih bermanfaat bagi mereka guna memacu kecepatan. Ini pelajaran pertama.
Pelajaran kedua, apabila ada anggota yang sakit, atau sayapnya kelelahan, lalu terlempar dari formasi, maka akan ada angsa yang lain yang datang mengapit untuk tetap terbang dalam formasi huruf V kecil yang baru. Dukungan ini begitu penting, dalam menjaga kekompakan dan keberlangsungan hidup, agar yang lemah bisa tetap terbang dan tidak terjatuh sendirian. Berangkat bersama, terbang bersama, hingga sampai ditujuan juga bersama-sama. Seakan begitu filosofi mereka. Terbang sendirian bukan hanya soal keamanan, tetapi juga soal efektivitas kecepatan dan kepakan sayap.
Pelajaran ketiga, dan terpenting, setiap angsa saling bergantian mengambil alih komando. Bila si A kelelahan, maka si B dengan spontan menggantikannya. Tidak ada ketamakan untuk terus menjadi komandan, Juga tidak ada keinginan untuk mengkudeta kekuasaan. Beginilah harusnya kerja sebuah tim dalam membawa misi kesuksesan. Apapun itu.
Jauh lebih penting, alih komando itu tidak hanya diantara angsa-angsa jantan saja, tetapi angsa betina juga mendapat tempat dan kesempatan. Tidak ada istilah angsa jantan mesti di depan, dan angsa betina mengawal di belakang. Tetapi mereka terbang bersama, berbagi tugas, berbagi ruang serta peluang sama rata untuk menuju danau-danau bercuaca hangat. Luar biasa!
Alangkah indahnya bila hidup kita — orang-orang kolektivistik — bisa mencontoh kehidupan angsa — yang juga kolektivistik.
Sayangnya, kita lebih senang menerapkan gaya hidup individualistik. Seperti kepiting, hidup penuh persaingan dan saling menjatuhkan. Padahal semua memiliki kesamaan cita-cita yaitu kabur dari keranjang. Si empunya tidak pernah khawatirakan kaburnya kepiting itu satu demi satu karena mentalitasnya memang mentalitas individualistik. Kepiting tidak punya kecerdasan sosial yang mumpuni, mereka tidak mampu bekerjasama. Maksud hati mau kabur dari keranjang tetapi terjebak pada egoisme individual dimana lebih senang menguasai dan menginjak orang lain.
Egoisme dan saling injak ini berakibat buruk pada kinerja kolektif, karena pada akhirnya tidak seorangpun bisa keluar secara selamat dari keranjang.
Disadur dari tulisan: Ramadhan Kariim, 20 Juni 2017
Comments
Post a Comment